Industri

Penyerapan Pupuk Subsidi Belum Maksimal, Pemerintah Direkomendasikan Laksanakan Ini

Memasuki demam isu tanam permulaan tahun 2021, PT Pupuk Indonesia (Persero) merencanakan stok pupuk subsidi dan non subsidi untuk petani.
Foto: Dok. Pupuk Indonesia

Jakarta

Realisasi peresapan pupuk bersubsidi pemerintah ternyata belum maksimal, jumlahnya gres meraih 4,3 juta ton atau 41,95% dari alokasi 9,55 juta ton. Ombudsman RI mengatakan pemerintah sanggup menempuh satu cara untuk menyelesaikan hal tersebut.

Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika menganggap serapan masih mencakup rendah dan sanggup membuat tak tercapainya target Kementerian Pertanian untuk memajukan bikinan pangan. Yeka mengatakan rendahnya realisasi serapan disebabkan lambatnya kepala tempat dalam mempublikasikan SK alokasi akseptor pupuk bersubsidi sesuai penetapan alokasi baru.

“Penyebaran informasi mengenai penambahan alokasi pupuk bersubsidi 9,55 juta ton gres direspons oleh petani di bulan Juni 2024,” kata Yeka dalam keterangan resmi, Selasa (27/8/2024).

Selain itu, Yeka mengungkap penyebab lain merupakan masih rendahnya peresapan pupuk bersubsidi karena terjadi kebimbangan dan kegalauan dari biro dan kios pupuk bersubsidi karena tingginya angka koreksi yang meningkat signifikan dari tahun 2023.

Dia menerangkan jumlah pupuk bersubsidi yg dikoreksi pada 2023 meraih sebanyak 4.000 ton. Sedangkan buat periode Januari sampai Juni 2024 sudah meraih 19.000 ton, angka ini disebutnya sanggup terus meningkat apabila juknis penyaluran pupuk bersubsidi tak diubah.

Ombudsman pun menerima bahwa masih tingginya jumlah petani yang tak menjalankan penebusan pupuk bersubsidi. “Berdasarkan audit data akseptor pupuk bersubsidi oleh Ombudsman dan Kementerian Pertanian, terdapat sekitar 954.000 petani akseptor pupuk bersubsidi, tidak pernah menjalankan penebusan dalam tiga tahun terakhir,” beber Yeka.

Baca juga: Pupuk Subsidi di Karawang Dikabarkan Langka, Kementan Buka Suara

Yeka pun menganggap kalau kinerja penyaluran pupuk bersubsidi masih rendah menyerupai kini maka bakal berimbas terhadap pencapaian target bikinan pangan oleh pemerintah. Oleh alasannya yaitu itu, ia memastikan pemerintah masih memiliki sisa waktu empat bulan untuk memajukan penyaluran pupuk bersubsidi.

Namun di segi lain, Yeka menuturkan perlu ada streamlining atas halangan verifikasi yg selama ini menjadi halangan dalam angka serapan penebusan pupuk bersubsidi. “Salah satunya dengan pergantian juknis dan penggantian 954.000 petani yg tak menebus dalam 3 tahun terakhir ini,” tutur Yeka.

Selain itu, Yeka menerangkan pergantian juknis penyaluran pupuk bersubsidi yang perlu dijalankan oleh pemerintah merupakan menampilkan fasilitas bagi petani buat mengakses pupuk bersubsidi. KTP sanggup menjadi alat sah dalam penebusan pupuk bersubsidi, sehingga konsekuensinya tidak diinginkan lagi petani menjalankan tanda tangan digital.

Mengutip data PT Pupuk Indonesia, Yeka mengatakan terdapat sekitar 1.200 ton pupuk bersubsidi yang sudah disalurkan, tetapi tidak lolos tahapan verifikasi dan validasi akhir tanda tangan yg tidak sama dengan KTP.

Karena itu, ia mendorong biar petani sanggup mengutus penebusan pupuk bersubsidi terhadap golongan tani atau keluarga dengan bukti penebusan yang jelas. Adapun surat kuasa terhadap perwakilan golongan tani juga direkomendasikan dibentuk sesederhana mungkin dan tanpa ongkos tambahan.

“Ombudsman menangkap aspirasi para petani, pemilik kios, dan tim verifikasi dan evaluasi. Mereka berharap biar setiap langkah yang diambil dalam proses ini tetap sederhana dan mudah dipahami, tapi tidak mengabaikan pentingnya tertib administrasi,” pungkas Yeka.

pupuk bersubsidipenyerapan pupukombudsman rikementerian pertanianproduksi pangandistribusi pupuk

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *