Dw

Tarif Trump Bikin China Dan Eropa Ketakutan Pindahkan Lapak

dw
Akankah lebih banyak barang China bersubsidi secepatnya masuk ke Eropa?

Jakarta

“Pengurangan risiko, diversifikasi, dan mengarahkan ulang lokasi perdagangan” merupakan suatu mantra yang dulu ditujukan untuk melawan cengkeraman Cina yang makin mempunyai dampak dalam jual beli global.. Namun sekarang mantra itu justru digunakan untuk menghadapi Amerika Serikat.

Kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump, yang sekarang meraih angka mencengangkan sebesar 125% terhadap barang-barang buatan Cina, sudah mengguncang pasar keuangan, mulai dari Sydney, Australia, sampai Sao Paolo, Brasil.

Karena banyak barang Cina dibuat khusus untuk pasar Amerika Serikat, para ekonom cemas bahwa Cina akan kesusahan untuk memasarkan barang-barang tersebut ke pelanggan domestik.

Sebagai gantinya, Beijing tengah menata ulang seni administrasi ekspornya, memprioritaskan teman jualan global lain demi meredam pukulan akhir menurunnya ekspor ke Amerika Serikat.

Diana Choyleva, pendiri sekaligus kepala ekonom di Enodo Economics, suatu forum riset berbasis di London, Inggris, yang berkonsentrasi pada Cina, meyakini bahwa Beijing akan berusaha mengembangkan ekspor ke negara-negara tetangganya di kawasan, tergolong mereka yang secara historis pernah berselisih.

Cina menjajal merajut kembali korelasi dengan musuh lama

“Pemulihan pembicaraan ekonomi Beijing dengan Jepang baru-baru ini — yang pertama kali setelah enam tahun — dan Korea Selatan menampilkan bahwa kekuatan-kekuatan regional tengah menganggap ulang korelasi mereka selaku respons terhadap ketidakpastian yang disebabkan oleh kebijakan jual beli Amerika Serikat,” ujar Choyleva terhadap DW.

“Meskipun Seoul membantah klaim media negara Cina tentang ‘respons bersama’ terhadap tarif AS, dimulainya kembali kolaborasi ekonomi trilateral setelah beberapa tahun korelasi yang tegang menampilkan titik balik yang strategis,” imbuhnya.

Selama dua dekade terakhir, korelasi jualan antara Cina dan Asia Tenggara sudah berkembang secara signifikan. Pada tahun 2023, volume jual beli antara Cina dan negara-negara ASEAN meraih sekitar $872 miliar, demikian menurut data pemerintah Cina. Angka ini diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan terpinggirkannya perusahaan-perusahaan Cina dari pasar Amerika Serikat.

“[Para produsen Cina] akan mencari celah-celah peluang di Asia Tenggara yang sebelumnya mungkin tidak mereka investasikan waktu, tenaga dan duit di masa kemudian lantaran mereka mempunyai pasar Amerika yang menguntungkan yang menyerap semua yang mereka produksi,” ujar Kepala Kebijakan Perdagangan Hinrich Foundation yang bermarkas di Singapura, Deborah Elms.

Eropa pun perlu mendiversifikasi perdagangan

Meskipun diberi jeda selama 90 hari, Uni Eropa menghadapi bahaya tarif gres sebesar 20% terhadap ekspor senilai sampai €380 miliar ke Amerika Serikat.

Para pengambil kebijakan di Brussels. Belgia, sekarang tengah menimbang langkah serupa seumpama yang dijalankan Cina. Uni Eropa menyatakan rencananya untuk menjalin kolaborasi dengan negara-negara di tempat Indo-Pasifik dan Selatan Global selaku upaya menghadapi proteksionisme Amerika.

Dalam kunjungan tiga harinya ke Vietnam pekan ini, Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez memastikan bahwa Eropa mesti menjelajahi pasar-pasar gres dan menyatakan bahwa pemerintahnya “sangat berkomitmen” untuk membuka Spanyol dan Eropa bagi lebih banyak jual beli dengan Asia Tenggara.

Namun analis kebijakan dari European Policy Centre (EPC), Varg Folkman, memperingatkan bahwa Eropa akan kesusahan mengambil alih pasar ekspor lintas-Atlantik dengan pasar lain, lantaran ekonomi Amerika Serikat “lebih besar dan lebih makmur.”

Folkman mencatat adanya “perlawanan kuat” di antara negara-negara anggota Uni Eropa terhadap perjanjian jualan baru, dan menyinari kewaspadaan Prancis dalam membuka sektor pertaniannya terhadap Brasil dan Argentina dalam kontrak jualan Uni Eropa dengan Mercosur, blok regional Amerika Selatan.

Kesepakatan tersebut mengkonsumsi waktu 25 tahun untuk dinegosiasikan, tetapi sampai sekarang belum juga diratifikasi.

“Perjanjian jual beli memang kontroversial,” katanya terhadap DW. “Mungkin akan sungguh sulit untuk menerapkan yang baru, walaupun dengan urgensi yang kita saksikan di saat ini.”

Walau Uni Eropa dan Cina sanggup saling mengembangkan jual beli bilateral, para ekonom dan pembuat kebijakan juga cemas Eropa akan kesusahan menghadapi pukulan ganda berupa lonjakan tarif AS dan kompetisi jualan gres dengan Cina — ekonomi paling besar kedua di dunia.

Kelebihan pasokan Cina mengancam pesaing di Eropa

Dalam suatu komentar yang dipublikasikan pekan ini, Center for Strategic and International Studies (CSIS), suatu forum pemikir di Washington, menulis bahwa “Tarif AS terhadap Cina kemungkinan besar akan mengarah pada pengalihan barang ekspor Cina ke Uni Eropa, yang mau menampilkan tekanan perhiasan pada produsen Eropa dan kemungkinan besar akan menyebabkan permintaan untuk respons proteksionis dari Brussels.”

Uni Eropa sudah usang menyuarakan keprihatinan atas besarnya subsidi negara yang diberikan terhadap produsen Cina, yang memungkinkan mereka “membuang” barang dengan harga yang sungguh murah ke pasar Eropa. Subsidi ini, bareng dengan ongkos tenaga kerja yang rendah dan skala ekonomi yang besar, sudah menekan para pesaing di Eropa, mengakibatkan kebangkrutan dan pemutusan korelasi kerja yang signifikan.

Kendaraan listrik (EV) merupakan pola terbaru. Berkat subsidi pemerintah, insentif pajak, dan santunan murah, merek-merek EV Cina seumpama BYD, Nio, dan XPeng sekarang menyerbu pasar Uni Eropa dengan harga jauh lebih rendah dari pesaing lokalnya.

Industri otomotif Eropa sekarang tengah menjalani restrukturisasi besar-besaran, mengancam penutupan pabrik, penghematan kapasitas produksi, dan hilangnya puluhan ribu lapangan kerja — utamanya di Jerman.

Sementara Washington memberlakukan tarif 100% terhadap kendaraan listrik buatan Cina, yang secara efektif menutup pasar Amerika bagi para pembuat kendaraan beroda empat Cina, tarif Uni Eropa bermacam-macam menurut produsen. Maksimalnya 35,3%, dan cuma 17% untuk BYD.

Elms, dari Hinrich Foundation, meyakini akan terjadi “ledakan awal” barang-barang murah dari Asia ke banyak sekali penjuru dunia lantaran para produsen di sekarang ini sedang “duduk di atas gunungan produk.”

“Tapi mereka tidak akan terus memproduksi barang-barang yang tidak menciptakan untung, jadi perusahaan-perusahaan Cina akan secepatnya beralih untuk menciptakan produk lain. Kalau tidak, mereka akan gulung tikar,” tambahnya.

Sistem perayaan dini gres sanggup menangkal ‘dumping’

Jörg Wuttke, mantan kepala raksasa industri Jerman BASF di Cina, memperingatkan akan munculnya “tsunami kapasitas berlebih” dari Cina ke Eropa — yang ia kehendaki takkan menyebabkan penghalang jualan gres dari Uni Eropa. Ia menyerukan perbaikan “komunikasi dan kepercayaan” antara Brussels dan Beijing guna menyingkir dari gelombang dumping barang yang baru.

Volkman, pakar kebijakan industri Eropa, mencurigai bahwa Uni Eropa akan menerima distorsi jual beli lebih lanjut tanpa perlawanan, dan menyampaikan terhadap DW: “Komisi Eropa sudah memberi kode bahwa mereka akan memantau dengan ketat arus impor dan akan mengambil langkah-langkah jikalau terjadi lonjakan dari Cina atau dari mana pun, yang memaksa mereka untuk bertindak.”

Pada tahun 2023, Uni Eropa menginformasikan planning pembentukan satuan kiprah pengawasan impor guna memantau lonjakan tiba-tiba dalam arus barang masuk yang sanggup mengancam industri dalam negeri. Sistem perayaan dini ini diciptakan selaku potongan dari upaya Uni Eropa untuk derisk dari Cina di tengah ketegangan geopolitik dan kekalutan atas praktik dumping.

Namun demikian, ada pula kekalutan bahwa eksportir Asia lain — bahkan Amerika Serikat — bisa ikut membanjiri pasar Eropa dengan barang murah. Satuan kiprah tersebut diperlukan bisa menciptakan Brussels bergerak lebih gesit dalam menghadapi bahaya dari banyak sekali penjuru, lewat pengusutan antidumping, tarif, dan pembatasan sementara terhadap impor.

Namun, langkah semacam itu kemungkinan akan menyebabkan kritik, lantaran dianggap mencontek kebijakan proteksionis Trump — suatu penyimpangan dari komitmen usang Uni Eropa terhadap jual beli bebas, sekaligus memperlemah norma-norma Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), dan berisiko memperuncing ketegangan jualan global.

*Artikel ini diterbitkan pertama kali dalam bahasa Inggris.

Diadaptasi oleh: Ayu Purwaningsih

Editor: Yuniman Farid

Simak juga Video: China Balas Tarif Trump dengan Batasi Impor Film Hollywood

[Gambas:Video 20detik]

dw newstarif trumpchinaLoading...Hoegeng Awards 2025Baca dongeng inspiratif calon polisi teladan di siniSelengkapnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *